SURABAYA - Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Surabaya mengambil langkah tak terduga dengan mendatangkan psikiater pasca penggerebekan acara yang disebut 'LGBT Siwalan Party' di salah satu hotel setempat beberapa hari lalu. Tindakan ini menunjukkan adanya perhatian lebih dari sekadar penindakan hukum terhadap puluhan pemuda yang diamankan.
Sebanyak 34 pemuda diduga terlibat dalam pesta kaum sesama jenis tersebut. Kepala Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Surabaya, Ajun Komisaris Besar Polisi Edy Herwiyanto, merinci bahwa penetapan tersangka dibagi dalam empat klaster.
"Penetapan tersangkanya kami bagi dalam empat klaster, " ungkap Edy kepada wartawan di Surabaya, Rabu (22/10/2025).
Klaster pertama meliputi sosok yang mendanai pesta tersebut. Ia dijerat Pasal 33 juncto Pasal 7 Undang-undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dan/atau Pasal 296 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), dengan ancaman hukuman maksimal 21 tahun penjara.
Selanjutnya, admin utama acara tersebut dikenakan Pasal 29 juncto Pasal 4 Ayat 1 UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dan/atau Pasal 296 KUHP, dengan potensi hukuman hingga 12 tahun penjara.
Tujuh orang yang bertindak sebagai admin pembantu masuk dalam klaster ketiga. Mereka dijerat Pasal 29 juncto Pasal 4 Ayat 1 UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dan/atau Pasal 296 juncto Pasal 55 dan 56 KUHP, dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.
Sementara itu, 25 peserta pesta 'LGBT Siwalan Party' dikenakan Pasal 36 UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, dengan ancaman hukuman paling lama 10 tahun penjara.
Rentang usia para tersangka bervariasi antara 20 hingga 30 tahun, berasal dari berbagai daerah di Jawa Timur. Beberapa di antara mereka diketahui masih berstatus mahasiswa, sementara yang lain bekerja di sektor swasta.
Informasi mengenai acara ini disebarkan melalui grup WhatsApp oleh tersangka berinisial RK, yang berperan sebagai admin utama. Dana untuk pesta tersebut berasal dari tersangka berinisial MR, yang mengaku telah menggelar acara serupa sebanyak delapan kali di Surabaya.
"Para peserta yang hadir ke pesta ini tidak dipungut biaya karena sudah didanai tersangka MR. Jadi, motifnya adalah untuk mencari sensasi kesenangan, " jelas Edy.
Selain proses hukum, para tersangka akan menjalani pemeriksaan kesehatan untuk mengantisipasi adanya penyakit menular seksual. Kehadiran psikiater diharapkan dapat memberikan pendampingan dan arahan bagi para tersangka.
"Bagaimanapun LGBT adalah masalah kita bersama. Jadi, penindakan hukum bukan satu-satunya yang kita terapkan kepada mereka. Kami juga sudah berdiskusi dengan psikiater terkait tahapan penanganannya, " ujar Edy Herwiyanto. (PERS)